Urusan kita dalam kehidupan ini bukanlah mengungguli
sesama, melainkan mengungguli diri sendiri, memecahkan rekor kita sendiri,
mengungguli hari kemarin dengan hari ini, bekerja dengan semangat lebih besar
dari yang sudah-sudah. (Steward B. Johnson)
Suatu hari, Ekor Ular dan Kepala Ular bertengkar.
"Hei, Kepala! Kenapa kamu yang selalu ada di depan dan aku hanya
mengikutimu dari belakang? Ini tidak adil!" protes Ekor Ular. "Aku
punya mata, tentu saja aku yang memimpin untuk maju," kata Kepala Ular.
"Jika bukan karena gerakanku, bagaimana kamu bisa maju? Tanpa aku, kamu
tidak bisa berbuat apa-apa!" bentak Ekor Ular." "Aku bisa pergi
ke mana pun aku suka. Kamu tidak bisa melakukan apa-apa," lanjut Kepala
Ular. Ekor Ular marah, ia melilitkan dirinya pada sebuah pohon dengan erat.
"Ayo, sekarang bergeraklah jika kamu bisa," ujar Ekor Ular. "Aku
akan bergerak tanpa peduli apa yang kamu lakukan," kata Kepala Ular sambil
terus bergerak. Kepala Ular menarik dan terus berusaha berjalan dengan kekuatannya.
Namun seberapa pun ia telah berusaha, ia tetap tidak dapat bergerak sedikit
pun. Akhirnya ia menyerah. "Baiklah, kamu menang! Kamu boleh memimpin
untuk maju." Sejak itu, Ekor Ular bergerak memimpin. Namun Ekor Ular tidak
punya mata, akibatnya badan ular sering menabrak apapun sehingga badannya
berdarah-darah. "Baiklah Kepala, aku menyerah. Kamu saja yang di depan.
Ternyata, kita memang punya tugas sendiri-sendiri," ucap Ekor Ular.
Ya, setiap orang memang punya panggilannya masing-masing.
Ada yang terpanggil menjadi pemimpin, namun tidak sedikit pula yang dipanggil
menjadi orang yang dipimpin. Bila semua orang hanya ingin menjadi atasan, lalu
siapa yang akan bertugas membawa minuman, membersihkan ruangan, atau mencari
klien di luar? Namun kadang kita tidak mengerti dengan prinsip ini, kita hanya
ingin menjadi pimpinan, karena berpikir bahwa menjadi bos itu enak, tidak usah
bersusah-susah, diberi fasilitas lengkap, dan gaji yang menjulang. Tapi tahukah
kita apa yang menjadi tanggung jawab mereka? Bisakah kita mengambil keputusan
yang benar di saat perusahaan sedang genting? Mampukan kita memimpin rapat
direksi, mempersentasikan ide-ide kita kepada orang banyak sehingga itu bisa
dipakai untuk kemajuan bersama? Kalau mau jujur, kita akan berkata bahwa kita
tidak sanggup. Atau kerap kali kita ingin mendapat tugas seperti teman kerja
lain, yang selalu bisa keluar kantor untuk melobi ke sana-sini, bisa ke mall
setiap saat, bisa menikmati makanan enak dan dibayar oleh perusahaan, sementara
kita bosan senantiasa bekerja di belakang meja. Tetapi apakah kita tahu,
ternyata teman kita itu justru menginginkan posisi kita, yang dapat bekerja
nyaman di ruang ber-AC, tidak perlu menunggu klien yang tidak on time, tidak
harus menghadapi macet yang menggila? Kita yang sebagai mata, ingin menjadi
seperti ekor, tangan, kaki, kepala. Namun apakah kemampuan kita memadai untuk
itu?
Hari ini, berhentilah menginginkan untuk menjadi seperti
orang lain. Setiap orang punya masalahnya masing-masing, bahkan memiliki tugas
yang berbeda-beda. Jika kita memahami hal ini, maka kita pun akan berhenti
melihat kehebatan-kehebatan orang lain, kita tidak akan mau lagi menyimpan rasa
diri di hati, bahkan kita tidak akan pernah membanding-bandingkan diri kita
dengan yang lain. Mengapa? Karena jika teman, sahabat, rekan kerja, punya
kemampuan yang hebat, kita pun memilikinya. Dalam bukunya, Temukan Sweet Spot
Anda, Max Lucado menulis, "Jangan kuatir akan keahlian-keahlian yang tidak
Anda miliki. Jangan menginginkan kekuatan-kekuatan yang dipunyai orang lain.
Anda hanya perlu mengembangkan keunikan Anda. Dan lakukanlah itu untuk membuat
perkara besar bagi Tuhan." Ya, yang perlu kita lakukan adalah melihat diri
kita lebih dalam, melihat potensi-potensi kita, keunikan kita, hal-hal yang
tidak dipunyai kebanyakan orang. Lalu latih dan terus kembangkan sehingga
menjadi titik kuat kita. Maka dengan itu kita pun dapat meraih banyak hal dalam
hidup ini. Percayalah, Anda tidak akan pernah mengenal potensi terbaik diri
Anda sendiri, jika Anda hanya berusaha untuk menjadi seperti orang lain.
Jadi, hari ini buatlah sebuah keputusan, "Saya tidak
mau lagi menaruh iri dengan pencapaian orang lain. Karena rasa iri tidak akan
membawa kebaikan bagi saya. Iri hati bukan hanya menyakiti orang lain, tapi
menyakitiku. Aku tahu ke mana pun aku melangkah, selalu ada saja orang-orang
yang lebih hebat, lebih kaya, lebih berhasil, lebih pintar dariku. Jadi,
daripada aku membuang energi untuk terus-menerus iri dan membandingkan diri
dengan mereka, lebih baik aku memaksimalkan seluruh potensi yang Tuhan
beri."
0 komentar:
Post a Comment