Friday 13 September 2013

Harga Tahu Tempe Naik ...

Heran, awal mula harga dollar naik, kenapa yang berkoar hanya tentang kenaikan harga Tahu Tempe alias Kedelai. Kenapa bukan harga bahan pokok lain misalnya bawang putih, bawang merah, cabe, lada, dll.
Aku telusuri, dan menemukan salah satu sumber dari Bisnis Indonesia yang memberikan penjelasan yaitu:

Ironi Kedelai Impor di Negeri Tempe


Bangsa tempe. Itulah anekdot untuk memberikan gambaran bangsa yang lemah, tak berdaya dan sebagainya.

Bahkan, istilah bangsa tempe juga pernah diucapkan dalam Pidato Soekarno pada 17 Agustus 1963 sebagai ungkapan Indonesia bukan bangsa pengemis, melainkan negara besar.

Benar, bisa dikatakan hampir sebagian besar penduduk negeri ini mengenal tempe dan tahu. Setiap makan, tak lengkap rasanya bila tidak ada tempe dan tahu. Oleh karena itu, adalah wajar ketergantungan bangsa ini terhadap tempe dan tahu dengan bahan baku dari kedelai itu sangat besar.

Persoalannya, Indonesia sangat bergantung sekali pada kedelai impor. Indonesia sendiri setiap tahunnya membutuhkan sebanyak 2 juta ton kedelei untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

Ironisnya, Indonesia yang dikenal sebagai negeri tempe tahu tidak mampu memenuhi kebutuhan kedelai itu. Petani lokal hanya mampu memenuhi 60% kebutuhan dalam negeri. Dalam rangka itu, pemerintah pun mencanangkan swasembada kedelai pada 2014. Namun, produksi itu tidak pernah mengalami kenaikan.

Karena ketergantungan impor yang sangat tinggi, tentunya gejolak harga di pasar internasional sangat rentan sekali terhadap pasokan di dalam negeri.

Bayangkan, harga kedelai impor kini mencapai Rp8.200 per kg atau naik 49% dibandingkan dengan awal tahun ini Rp5.500 per kg. Perajin mengkhawatirkan harga itu diprediksi bisa menembus Rp10.000 per kg.

Perajin tahu dan tempe langsung menjerit. Biaya produksi naik signifikan, tetapi di sisi lain mereka tidak berani menaikkan harga jual. Tidak sedikit perajin yang harus bersedia mengurangi keuntungannya hingga 30%, bahkan berhenti produksi.

Akibat ketidakberdayaan itu, perajin-sebanyak 150.000 produsen-siap melakukan aksi mogok dengan menghentikan produksinya selama 3 hari.

"Sekitar 150.000 produsen tahu tempe di Indonesia sudah dikoordinasikan untuk meng­hentikan produksi selama 3 hari," ujar Asep Nurdi, Ketua Kopti Jawa Barat Senin (23/7). Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia (Kopti) berencana akan menggelar aksi mogok produksi selama 3 hari yakni pada Rabu (25/7)-Jumat (27/7).

Menurut Ketua Kopti DKI Jakarta Suharto, tinggi rendahnya harga kedelai di pasar domestik sangat bergantung pada mekanisme pasar.

Lantaran banyaknya beredar kedelai impor dibandingkan kedelai lokal telah mengakibatkan harga kedelai eceran turut dipengaruhi harga kedelai pasar internasional. 

Isu gagal panennya pertanian kedelai di Amerika Serikat dan Eropa membuat harga di pasar internasional terus merangkak naik. Kondisi itu juga berpengaruh terhadap pasar domestik. Untuk mendapatkan kedelai lokal, katanya, sudah tidak ada lagi, karena seluruh kedelai yang ada di eceran kebanyakan kedelai impor dari AS.

"Aksi unjuk rasa yang dilakukan perajin tahu dan tempe ditujukan agar mendapat perhatian pemerintah," tegasnya.

Dia juga mengancam akan melakukan aksi yang lebih dahsyat lagi bila pemerintah tidak merespons kondisi ini segera.

"Apabila pemerintah tidak meresponnya hingga Lebaran, kami akan berdemontrasi mendatangi Gedung Sate dan Istana Presiden," tegasnya.

Kendalikan Harga

Tujuannya sederhana, pemerintah diminta melakukan pengendalian harga eceran kedelai. "Bulog harusnya bisa difungsikan lagi sebagai bufferstock komoditas kedelai, sehingga harga juga bisa dikendalikan."

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa pun cepat merespons kondisi itu. Pemerintah, tuturnya, hanya bisa mengimbau agar pedagang dan impor untuk tidak menimbun pasokan dan segera mendistribusikan komoditas ke perajin.

Berkaitan dengan opsi pemberian insentif, Hatta menilai pemberian insentif itu tidak efektif karena insentif itu pernah diberikan. Namun setelah diaudit, katanya, insentif tidak sepenuhnya dinikmati oleh petani.

"Dulu pernah ada misalnya dibebaskan cukai yang 5%, tapi setelah diaudit ternyata tidak berhasil karena ternyata bukan petani yang menikmati," ujarnya.

Kementerian Pertanian juga tidak tinggal diam. Mereka mengungkapkan beberapa kendala dalam upaya menggenjot produksi kedelai di dalam negeri. Menurut Dirjen Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Udhoro Kasih Anggoro, cara menanam kedelai yang cenderung rumit menyebabkan sejumlah petani beralih fungsi lahan dan menahan laju produksi.

"Secara konkret, bercocok tanam padi dan jagung masih lebih menguntungkan ditingkat biaya usaha tani dari kedelai, kurang mendapat insentif," ungkapnya.

Dirjen Industri Kecil dan Menengah Kementerian Perindustrian Euis Saedah juga mengusulkan untuk dilakukan kontrak panjang dengan importir perusahaan besar kedelai dengan harga tertentu.

"Langkah itu dilakukan dengan tujuan untuk keterjaminan bahan baku dan harga yang stabil. Meskipun demikian, pemerintah harus menyiapkan insentif bagi perusahaan besar tersebut sebagai upaya win-win solution."

Pendapat yang berbeda diungkapkan Mentan Suswono. Menurutnya, kenaikan harga kedelai impor saat ini diharapkan mampu menjadi peluang bagi petani untuk menanam kedelai, sehingga produksi lokal dapat meningkat.

"Kondisi itu justru menjadi peluang Indonesia untuk memanfaatkan kenaikan harga pasar internasional untuk dapat mengembangkan kedelai di dalam negeri, sehingga harga kedelai lokal akan lebih kompetitif."

Selama ini, rendahnya produksi kedelai lokal disebabkan oleh petani tidak tertarik untuk menanam kedelai, karena harganya rendah. Harga kedelai lokal rendah mengikuti harga kedelai impor.

"Justru menjadi peluang Indo­nesia untuk memanfaatkan kenaikan harga di pasar internasional untuk dapat mengembangkan kedelai di dalam negeri, sehingga harga menjadi kompetitif," ujarnya.

Persoalan lain yang dihadapi komoditas kedelai di dalam negeri dan terus bergantung pada impor adalah persoalan lahan. Selama ini tambahan lahan baru untuk tanaman kedelai belum juga terealisasi.

"Sejak awal saya katakan perlu tambahan lahan 500.000 hektare untuk komoditas kedelai," jelasnya.

Dia menilai harga kedelai menjadi dilema bagi pemerintah, yaitu ketika harga tinggi tentu saja petani menjadi bergairah, tetapi di sisi lain konsumen akan terbebani karena produk pangan menjadi mahal.

Menurutnya, hal yang penting yaitu untuk mencari titik keseimbangan harga untuk petani dan konsumen. "Yang jelas kenaikan harga ini peluang untuk bisa dimanfaatkan para petani Indonesia."

Target swasembada sudah ditentukan. Yang dibutuhkan negeri ini hanya konsistensi dengan target sehingga swasembada itu bisa direalisasi pada 2014.

Ooooooooooo,., jadi selama ini kedelai yang berubah bentuk menjadi tahu tempe dan hampir seringnya aku makan itu, awalnya dari kedelai impor.. pantesan, rupiah turun, kok yang paling ngeri dampaknya ada di harga kedelai..
Jadi pengen tahu cara menanam kedelai, sehingga jika ada masalah yang muncul seperti ini, tidak hanya mengobati tetapi mencegah dan mampu mengatasi suatu masalah yang belum terkuak terjadi. 
Selain itu juga tidak atau lebih mengurangi ketergantungan kita (Indonesia) kepada luar negeri. Sehingga kita bisa menjadi bangsa yang mandiri dan bahkan mengekspor hasil budidaya negeri.

Padahal kalo dilihat dari sumber daya alam yang ada di Indonesia, terdapat banyak kelebihan dari negara-negara lain. Hutan masih luas, dikelilingi lautan pula, musim juga mendukung. Kalo liad lingkungan di luar negeri (berdasarkan tontonan di film2 asing), jumlah pohon pun bisa dihitung dengan jari. Kalo di Indonesia, tanpa ada bibit, tanaman/rumput liar bisa tumbuh dengan sendirinya, kug bisa gitu ya.....??? (Perlu belajar lebih detail lagi niy aku)


Share:

0 komentar:

Post a Comment